Arsenz 2008- 2017
Harusnya sih hari ini kami berusia 13 tahun, harusnya sih kami itu berlima. Tapi karena ada oknum personil sebut saja namanya Tino, orang yang kalo diajak ngarental suka bilang "teu boga duit" tapi susulumputan ngaemie di warung si ibu, yang kalo nyanyi suka ngagokan vokalis, yang kalo ngagitar pick nateh suka nepi ka potong padahal lagi bawain lagu slow, yang kalo ngocok gitar nateh sok mawa karep sorangan.
Pernah suatu hari ketika pulang sekolah, kami bertiga (saya, dikdik, dan tino. Yang dua orang lagi teuing keur dimana, poho) berencana untuk ngarental di studio a ekol yang gigireun sakola itu, tapi si oknum tino nyarios teu gaduh artos cenah, dan anjingnya beliau teh malah ngajak malak, katanya mayan buat nambahan jang mayar studio. Anehnya kami setuju dengan ajakannya, kaya terhipnotis gitu anying.
Setelah itu kami bermusyawarah untuk mencari target yang akan kami palak. Sangat sulit pada saat itu untuk mencari calon korban, kami sangat selektif dalam menentukan target dengan alasan kalo targetnya ngalawan, kami yang ripuh :((
Setelah menunggu beberapa lama akhirnya semesta memberikan petunjuk. Dari kejauhan terlihat seorang siswa berjalan menyusuri lorong kelas menuju ke arah kami. Dengan penuh antusias kami setia menunggu dia mendekat, semakin dekat sampai akhirnya ia tiba tepat didepan kami.
Dan orang itu adalah mr. Noname, salah satu anak Ipa berperawakan minimalis. Meskipun anaknya kurus, tapi jangan salah, dia itu termasuk anak yang cupu serta pikawatireun. Saya yakin kalo dia adalah korban terbaik yang semesta kirimkan buat kami.
Wow penantian kami tidak sia-sia, jiwa kriminal kami kian bergejolak. Dengan penuh semangat kami mulai menjegal dia.
Langkah mungilnya terhenti ketika kami berdiri dan berbaris tepat dihapannya.
Tanpa basa basi kami mulai mengutarakan isi hati kami kepadanya, "bro urang rek ngarental, kurang dana yeuh."
Dia cuma bilang, "sabaraha?"
Dengan cepat si tino ngajawab, "tilu rebu."
"Anjing." ucapku dalam hati sebagai reaksi atas nominal yang diucakan si tino.
Sambil tersenyum ramah si korban berkata, "aduh urang aya 5 rebu, sok we bisi rek di angge mah."
Kami bertiga saling tatap.
"Ah butuh nage 3 rebu da."
"Eh wios sok we angge heula."
Mendengar ucapan beliau kami jadi dilematis dong, ditampi isin, ditolak butuh.
Dan itu semua gegara si anying yang masang tarifnya teramat murah.
Ahirnya dengan penuh rasa malu kita menerima uang tersebut, kami janji untuk mengembalikannya besok.
Ternyata semesta mengirimkan orang yang salah buat kami.
Niatnya mau malak malah ngahutang.
Dan besoknya kami bertiga udunan untuk mayar hutang ka si mantan calon korban.
Sejak saat itu kami trauma buat ngajak si tino ngarental.