Senin, 10 Oktober 2016

Senja Itu Kamu

Kadang aku membayangkanmu sebagai senja, agar aku bisa melihatmu setiap sore.
Senja yang selalu ku nikmati bersama secangkir kopi dan sebuah lagu tentang kamu.

Dan seperti halnya senja, kamu adalah keindahan yang tak bisa aku jamah.
Aku hanya bisa menikmatimu dari jauh.
Keindahan yang sementara namun terus berulang.

Pernah aku berfikir, jika kamu adalah senja berarti bukan cuma aku yang mengagumimu, bukan cuma aku yang takjub akan ke elokanmu.

Aku hanya sebagian dari mereka yang ketika sore selalu menghadap ke barat menanti sinar jingga yang kau pancarkan yang aku anggap sebagai senyuman.

Biarlah, biar mereka membuat pesawat yang mampu mengantarkannya lebih dekat denganmu, biar mereka menjadi pelangi yang melengkapi keindahanmu atau burung-burung yang terbang disekitarmu agar kamu tak merasa sepi.

Dan saat mereka sampai di dekatmu, aku akan tersenyum dan menyanyikan lagu tentang kamu, meski senyumku terhalang pelangi, meski suaraku tak seindah kicauan burung-burung itu.

Sabtu, 08 Oktober 2016

Tentang Kamu

Masih tentangmu,
Segala yang ku tulis tak lepas dari namamu.
Penaku tak lagi asing akan sosokmu,
Kamu yang tak pernah habis ku terjemahkan lewat kalimat.

Segala yang indah, segala yang aku anggap kebahagiaan selalu berhubungan dengan kamu.

Ah kenapa harus kamu?
bahkan cangkir kopi dihadapanku iri kepadamu, karena saat aku Menginginkan manis yang terlintas di otakku adalah senyummu bukan gula yang larut dalam kopi itu.

Rabu, 05 Oktober 2016

Halte Biru

Seperti biasa langkahku terhenti di sebuah halte berwarna biru,
menunggu bis yang akan membawaku ke sebuah Kota.
Kota yang ramai yang membuatku tak merasa sendiri, merasa sepi, dan terasing.
Kota yang penuh keceriaan yang setiap sorenya aku bisa menikmati senja tanpa ada hujan yang menghalangi jingganya.

Di halte ini aku tak lelah menanti meski sudut mata itu melirikku sebagai sesuatu yang tersesat.
Mungkin dibenaknya aku hanya arloji yang bergerak kekiri.

Halte ini begitu ramai, orang-orang datang dan pergi pada tujuannya, lalu-lalang bis tak pernah henti dihadapanku.
Tapi, tak satupun yang bisa membawaku pada Kota itu.

Mungkin aku menunggu hal yang tak pernah ada, atau mungkin aku hanya berharap kepada sesuatu yang tak di ijinkan Tuhan.

Biarlah, aku tak peduli selama sore masih menawarkan senja dan malam masih memberikan bintang aku tetap yakin bis itu akan datang.

Hari telah sore hujanpun turun mengiringi penantianku, tubuh ini tak sanggup lagi menahan gigil, aku terlalu lemah,
bingung, haruskah aku tetap menanti di halte ini, atau pergi mengikuti tujuan mereka?

Semakin sore hujan semakin lebat, halte ini tak bisa lagi melindungiku dari derasnya hujan, aku harus pergi, tapi kemana?
Entahlah, yang jelas tidak mengikuti tujuan mereka, aku masih yakin Bis itu akan datang meski tidak saat ini, aku masih harus menanti meski bukan dihalte ini, aku harus melangkahkan kakiku mencari bis lain yang membawaku ke Kota itu.